Diberdayakan oleh Blogger.

TopMenu

Like Us On Facebook

Tampilkan postingan dengan label tempoe doeloe. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tempoe doeloe. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Januari 2014

Sepeda motor pertama di indonesia

Sudah lama punya sepeda motor? Tahukah
Anda sejarah Sepeda Motor di Indonesia? Nah
rupanya masuknya sepeda motor ke Indonesia
ada sejarahnya juga. Mari kita simak
ulasannya yang saya kutip dari salah satu
situs online. Mudah-mudahan bermanfaat bagi
yang ingin tahu Sejarah Sepeda Motor di
Indonesia.
Sepeda motor di Indonesia pertama kali dimiliki
oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama
John C. Potter pada tahun 1893. Sehari-hari
J.C. Potter bekerja sebagai Masinis Pertama di
pabrik gula Oemboel (baca: Umbul)
Probolinggo, Jawa Timur. J.C. Potter juga
dikenal sebagai penjual mobil yang mendapat
kepercayaan Sunan Solo untuk mengurusi
pengiriman mobil pertamanya dari Eropa.
Dalam buku Krèta Sètan (de duivelswagen)
dikisahkan bagaimana John C. Potter
memesan sendiri sepeda motor itu ke
pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di
Muenchen, Jerman.
Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu
tahun sebelum mobil pertama milik Sunan Solo
(merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia.
Hal itu menjadikan J.C. Potter sebagai orang
pertama di Indonesia yang menggunakan
kendaraan bermotor. Selain itu, ada hal yang
menarik apabila kita mengamati tahun
kedatangan sepeda motor tersebut.
Untuk diketahui, sepeda motor pertama di
dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885
oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach
tetapi belum dijual untuk umum. Tahun 1893,
sepeda motor pertama yang dijual untuk umum
dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand
und Wolfmüller di Muenchen, Jerman. Sepeda
motor ini pertama kali masuk ke Amerika Serikat
pada tahun 1895 ketika seorang pemain sirkus
asal Perancis membawanya ke New York. Jadi,
meski yang membawanya bukan orang pribumi
Indonesia, tetapi sebuah hal yang luar biasa
ketika sepeda motor komersial pertama di
dunia ternyata langsung dikirim ke Indonesia
pada tahun pertama pembuatannya. Terlebih
lagi, baru dua tahun kemudian sepeda motor
komersial pertama tersebut masuk Amerika
Serikat.   Jadi, sepeda motor yang pertama kali
masuk Indonesia merupakan sepeda motor
pertama di dunia juga.
Sepeda motor ini tidak menggunakan rantai
dan roda belakang digerakkan langsung oleh
kruk as (crankshaft). Meski berusia ratusan
tahun, ternyata motor komersial pertama di
dunia ini sudah mengusung teknologi yang
sampai saat ini masih dipakai diantaranya
adalah twin-silinder horizontal, 4 valve,
berpendingin air, dan berkapasitas mesin besar
yaitu 1.500 cc dengan bahan bakar bensin
atau nafta. Namun, meski bermesin besar
tetapi tenaga kuda yang dihasilkan hanya
2,5HP saja pada 240rpm. Selain itu, sepeda
motor ini belum menggunakan persneling,
belum menggunakan magnet, belum
menggunakan aki (accu), belum menggunakan
koil, dan belum menggunakan kabel listrik.
Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk
menghidupkan dan mestabilkan mesinnya.
Pada tahun 1932, sepeda motor ini ditemukan
dalam keadaan rusak di garasi di kediaman
John C Potter. Sepeda motor itu teronggok
selama 40 tahun di pojokan garasi dalam
keadaan tidak terawat dan berkarat. Atas
bantuan montir-montir marinir di Surabaya,
sepeda motor milik John C Potter itu direstorasi
(diperbaiki seperti semula) dan disimpan di
kantor redaksi mingguan De Motor. Kemudian
sepeda motor antik itu diboyong ke Museum
Lalu Lintas (Museum Polisi) di Surabaya yang
kemudian pada tahun 1934 disumbangkan ke
Museum Negeri Mpu Tantular di Sidoarjo
dengan nomer inventaris 10.81 kategori IPTEK
namun memberikan deskripsi yang berbeda,
yaitu sebagai sepeda motor uap merk Daimler.
Pada 1899, di negeri ini juga sudah hadir
sepeda motor listrik beroda tiga yang
menggunakan tenaga baterai, yang bernama De
Dion Bouton Tricycle buatan Perancis. Sepeda
motor listrik beroda tiga itu juga digunakan
untuk menarik wagon penumpang. Sepeda
motor De Dion Bouton cukup terkenal di
masanya. Sepeda motor lain terlihat pada
tahun 1902 yang juga digunakan untuk
menarik wagon yaitu sepeda motor Minerva
buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga
dipesan dan digunakan pada merk motor lain
sebelum bisa membuat mesin sendiri,
diantaranya adalah Ariel Motorcycles di Inggris.
Pada 1906, Administratur Bantool (Bantul) di
Yogyakarta juga terlihat mempunyai sepeda
motor dan beberapa buah mobil. Pada masa
itu, memang hanya orang Belanda dan Inggris
serta disusul pribumi ningrat yang mempunyai
kemampuan membeli sepeda motor pada
masa-masa awal. Seiring dengan
pertambahan jumlah mobil, jumlah sepeda
motor pun terus bertambah.  Lahirlah klub-klub
touring sepeda motor, yang anggotanya adalah
pengusaha perkebunan dan petinggi pabrik
gula. Berbagai merek sepeda motor dijual di
negeri ini, mulai dari Reading Standard,
Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick,
Brough Superior, Henderson, sampai Norton.
Merek-merek sepeda motor yang hadir di negeri
ini dapat dilihat dari iklan-iklan sepeda motor
yang dimuat di surat kabar pada kurun waktu
dari tahun 1916 – 1926. R.S Stockvis &
Zonnen Ltd merupakan salah satu perusahaan
yang tercatat menyediakan suku-suku cadang
motor dan mobil (juga mengurus pesanan
mobil-mobil Eropa maupun Amerika).
Tour de Java
Pengendara mobil di Indonesia masa itu
ternyata tidak lepas dari gelegak kompetisi
seperti pengendara di luar negeri. Mereka acap
kali membuat catatan rekor perjalanan dan
jalur yang dianggap umum saat itu adalah
Batavia - Soerabaja. Tidak mau kalah dengan
pengendara mobil, pengendara sepeda motor
pun berupaya membukukan rekor perjalanan
lintas Jawa dari Batavia (Jakarta) sampai
Soerabaja (Surabaya) yang berjarak sekitar 850
kilometer. Namun, tidak seperti rute mobil yang
dicatat secara rinci dalam sumber sejarah, rute
sepeda motor agak umum. Hanya disebutkan
dari Batavia kearah Bandung, Semarang, Blora,
Tjepu, menuju Soerabaja..
Tanggal 7 Mei 1917, Gerrit de Raadt dengan
mengendarai sepeda motor Reading Standard
membukukan rekor perjalanan dari Jakarta ke
Surabaya dalam waktu 20 jam dan 45 menit.
Sepuluh hari setelahnya, 16 Mei 1917, Frits
Sluijmers dan Wim Wygchel yang secara
bergantian mengendarai sepeda motor
Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan
Gerrit de Raadt. Mereka mencatat waktu 20
jam dan 24 menit, dengan kecepatan rata-rata
42 kilometer per jam.
Rekor itu tidak bertahan lama. Sembilan hari
sesudahnya, 24 Mei 1917, Goddy Younge
dengan sepeda motor Harley Davidson
membukukan rekor baru dengan catatan waktu
17 jam dan 37 menit, dengan kecepatan rata-
rata 48 kilometer per jam.
Rekor itu sempat bertahan selama lima bulan
sebelum dipecahkan oleh Barend ten Dam yang
mengendarai sepeda motor Indian dalam waktu
15 jam dan 37 menit pada tanggal 18
September 1917, dengan kecepatan rata-rata
52 kilometer per jam.
Melihat rekornya dipecahkan oleh Barend ten
Dam, enam hari sesudahnya, 24 September
1917, Goddy Younge yang berasal dari
Semarang kembali mengukir rekor baru dengan
catatan waktu 14 jam dan 11 menit, dan
kecepatan sepeda motor Harley Davidson yang
dikendarainya rata-rata 60 kilometer per jam.
Gerrit de Raadt yang pertama kali membuat
rekor 20 jam 45 menit kemudian memperbaiki
rekor terakhirnya dengan sepeda motor Rudge
pada 18 Agustus 1932 dengan catatan waktu
10 jam 1 menit atau tidak lebih dari setengah
waktu rekor pertamanya. Saat inipun,
menempuh Jakarta – Surabaya dalam waktu
10 jam mengendarai motor merupakan
pencapaian yang tidak mudah. Sejak tahun
1934, rute Batavia-Soerabaja tidak lagi hanya
melalui Bandung yang jaraknya 845 kilometer,
tetapi juga melalui jalur utara (lewat
Pamanukan) yang jaraknya lebih pendek 45
kilometer.
Pada tahun 1950, ribuan motor BMW masuk ke
Indonesia dengan dua cara, yaitu lewat jalur
pemerintah (hanya perwira yang diizinkan) dan
lewat jalur swasta dengan membangun tempat
pameran dan pemesanan. Di Bandung saat itu
ada dua, yaitu NV Spemotri yang gedungnya
saat ini menjadi Bank Niaga di Dago, dan CV
Dennbarr di Simpang Lima Bandung. Yang
paling banyak masuk Indonesia adalah BMW
satu silinder 249 cc, yaitu R25, R26, dan R27.
BMW menjadi semacam kendaraan resmi
pembuka jalan acara kenegaraan seperti ketika
mengawal masuknya bendera Merah Putih ke
Bandung tanggal 28 September 1961. Varian
langka BMW R51/2 500 cc keluaran 1952
diyakini hanya ada dua di Indonesia. Pada
awal tahun 1960-an, skuter Vespa masuk
Indonesia disusul dengan skuter Lambretta
pada akhir tahun 1960-an. Pada masa itu,
masuk pula sepeda motor asal Jepang, Honda,
Suzuki, Yamaha, dan belakangan juga
Kawasaki. Pada akhirnya, bagaimanapun,
seperti juga terjadi di seluruh dunia, motor
(mobil) Jepang akhirnya merajai pasar otomotif
dunia.
Sumber Artikel : http://motorlama.com/sejarah-
sepeda-motor-di-n